PADA SUATU HARI, SUI LAN DAN YESSIKA MELEPAS KERINDUAN
ANTARA KAPAL BERLABUH
Di gigir pantai landai Sui Lan duduk. Wajahnya
tertunduk. Terbaca sebuah kecamuk di dalam dadanya yang gemuruh. Yessika duduk
di sebelahnya merenda senja. Bunga kata-kata teronce sepanjang sore. Yessika
meminta Sui lan membahasakan perasaannya. Sui Lan, pelan membacakan puisi
kerinduan yang penuh genang kenangan mencinta, sebuah puisi yang digubah oleh
penyair Arsyad Indradi dan termuat dalam buku Nyanyian Seribu Burung (Kelompok
Studi Sastra Banjarbaru, 2006):
Pada Suatu Hari
Berjalanlah ia bersama syairnya
Menuju lembah dan perbukitan
Dengan suatu harapan dan kenangan
Ohai merapatlah cintaku yang berderai
Di suatu senja yang kenakakkanakan
Jatuhlah hatinya menahan empasan pandang
Daundaun yang gugur dari dahan yang kering
Dihisap panasnya hari
Di antara ketiduran semuanya
Wajah yang penuh terkumpulmakna
Ditiupkannya seruling sajaknya
Bagai kapal hendak merapat ke dermaga
Ohai pulanglah anak si anak hilang
Pulanglah dengan segenap cinta
Agar kulihat sinar rembulan
Karena kita satu jiwa
Karena kita leluhur bangsa
Banjarmasin, 1971
Yessika terpana menyimak gelegak rasa dalam sajak. Ia
manangkap kerinduan yang dalam. Cinta yang mengaroma. Senja kian berwarna.
Yessika dan Sui Lan saling pandang. Keduanya lalu melihat kapal-kapal merapat
di pelabuhan, di dermaga cinta. “Sui Lan, “ bisik Yessika pelan seakan sebuah
kelembutan yang menyelimuti dan memberi kehangatan. “Aku tahu, engkau telah
jauh berjalan bersama syairmu menuju lembah dan mendaki perbukitan dengan satu
harapan dan kenangan. Aku bisa merasakan betapa ceria cintamu saat itu.”
Sui Lan duduk. Diam. Kenangan demi kenangan mengambang
di bening mata keharuan. Jemari tangan Yessika lalu menyisir helai demi helai
rambut Sui Lan yang berjuntai di dadanya yang berbunga. “Apa yang membuatmu
diam, Sui Lan?” bisik Yessika dengan alunan suara seperti desah angin samudera.
“Yessika, “ jawab Sui Lan pelan seolah suaranya penuh getar keharuan, lalu
mengisahkan kenangannya bersama si dia (Arsyad Indradi) “Di suatu senja yang
kenakakkanakkan jatuhlah hatinya menahan empasan pandang, daundaun yang gugur
dari dahan yang kering dihisap panasnya hari.”
Sui Lan kian merunduk. Hatinya terasa diaduk-aduk oleh
semacam kecamuk. Lalu dengan desah yang basah ia melanjutkan kisahnya “Di
antara ketiduran semuanya, wajah yang penuh terkumpul makna, ditiupkannya
seruling sajaknya bagai kapal hendak merapat ke dermaga.”
Yessika tercekat lidahnya, tergetar dadanya. Sebuah
keharuan menyusup bersama ayunan kenangan Sui Lan yang mengisahkan kisah
perjumpaannya dengan lelaki idamannya, Arsyad Indradi. Bisik Yessika di telinga
Sui Lan, “ Lantas, apa sebenarnya yang membuat hujan menderas dari retina
matamu?” Suilan diam. Ia mengatur kekuatan untuk mengungkapkan sebuah kenangan
bersama lelaki idamannya. Jawab Sui Lan pelan “Ohai pulanglah anak si anak
hilang, pulanglah dengan segenap cinta agar kulihat sinar rembulan karena kita
satu jiwa,karena kita leluhur bangsa”.
Sui Lan menangis, langit menumpahkan gerimis. Yessika
terpana seakan tak percaya mendengar sebuah kisah-kasih yang begitu
tragis-mengiris. Yessika pelan berdiri di atas karang. Lalu dengan lantang ia
membacakan sebuah puisi lawas yang ditulis tahun 1972 :
Antara Kapal Berlabuh
jangan ada sangsi ketika puput penghabisan
pertanda senja akan membawa kita
ke ombak yang paling jauh
muara tak lagi perbatasan bertolaknya
sebuah kapal yang sarat dengan riwayat
yang diaksarakan pada sebuah perjalanan
dan burungburung laut melepaskan
kepaknya ke karangkarang ketika
kelam menyempurnakan malam
adalah masasilam yang kita sauhkan
pada alir usia kita sebab
langit tak lagi dapat menyimpan
pandangan mata bila kita akan
menghitung nasib antara kapal
berlabuh dengan pelabuhan
di mana kita menambatkan keyakinan
maka layar telah kita kembangkan
sebab laut adalah sebuah jalan panjang
yang mesti kita tempuh
dan kita tak perlu lagi berpaling
Baanjarmasin, 1972
Sui Lan terdiam. Yessika bungkam. Keduanya saling berpelukan dalam keabadian cinta. Langit pesta warna. Laut bergelora. Cinta bergema sepanjang masa.
SALAM DAM-AI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar