Sabtu, 28 September 2013

Bias Gender dan Perilaku Korup


Sudah saatnya korupsi yang masih marak terjadi di Indonesia diberantas melalui pendekatan multidimensi secara tegas. Lagu lama pemberantasan korupsi dengan kampanye kepada istri pejabat kembali berdengung, dengan itu diusulkan agar seluruh keluarga pejabat negara di beri pemahaman terkait dengan ancaman dan bahaya tindak pidana korupsi. Hal itu perlu dilakukan untuk menekan praktik korupsi di lingkungan pejabat negara yang masih marak, kita tahu tidak sedikit kasus korupsi di negeri ini yang menempatkan istri pejabat sebagai pendukung suami mereka melakukan korupsi.

Sebagai contoh sebut saja Neneng Sri Wahyuni yang bersama suaminya , Nazaruddin, bahu-membahu menggerogoti uang negara dengan korupsi di berbagai bidang proyek pengadaan barang/jasa yang pendanaannya bersumber dari APBN. Atau, istri-istri Djoko Susilo tersangka kasus pengadaan alat simulator SIM, hingga perempuan-perempuan di sekeliling Fathanah tersangka kasus suap daging sapi. Dari beberapa kasus itu masyarakat masih menyayangkan minimnya tindakan KPK atau penegak hukum untuk berani dan tegas menjerat istri pejabat yang terbukti korupsi meski sudah ada bukti mereka terlibat aktif dalam kejahatan yang dilakukan para suami mereka.

Terlepas dari berbagai upaya untuk menekan laju tindakan korupsi, menurut Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch (ICW), korupsi tidak berkaitan dengan gender, tetapi lebih kepada kultur masyarakat. Jadi sangat aneh jika ada anggapan yang masih bias gender. Adanya common sense dalam masyarakat bahwa patut diduga di balik sosok laki-laki korup, ada seorang istri yang serakah dan penuntut, patut dipertanyakan. Demikian juga sebaliknya ada anggapan bahwa di balik kesuksesan suami dalam berkarier, di belakangnya dipastikan ada istri yang hebat. Jadi tinggal bagaimana sebenarnya cara pandang penegak hukum dalam menyikapi polah korup yang masih marak terjadi di negeri ini.

(Disarikan oleh Hasan Ramadhan dari Media Indonesia Minggu, 15 September 2013)
Sumber : Jurnal Perempuan.

Penyair Gebrak KPK Dengan Puisi Menolak Korupsi



Jakarta, Sayangi.com - "Surprise," ucap singkat Koordinator Gerakan Puisi Menolak Korupsi (PMK) Sosiawan Leak, usai diskusi dan peluncuran buku "Puisi Menolak Korupsi" edisi 2a dan 2b, di Auditorium Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Jum'at (27/9).
Pernyataan Koordinator Gerakan PMK itu dibenarkan penyair lainnya. "Sambutan KPK luar biasa," ulas Wage Teguh Wijono, penyair Purwokerto yang menghidupi keluarganya dengan menjadi tukang sol sepatu keliling.
Memang, empat komisioner KPK, masing-masing Abraham Samad, Busyro Muqoddas dan Zulkarnaen sore itu tampak duduk di panggung depan. Sedangkan Bambang Widjojanto, komisioner KPK lainnya, tampak duduk-duduk di belakang bersama penyair Jose Rizal Manua dan para musisi dari Komunitas Sastra Kalimalang.
Acara yang juga menghadirkan penyair senior Taufiq Ismail dan Eka Budianta selaku penelaah itu dipandu langsung oleh Juru Bicara KPK Johan Budi, berlangsung dalam suasana yang kocak dan segar.
"Saya akan membacakan puisi dari Bambang, tapi ini Bambang yang lain, bukan Bambang Widjojanto, kalau Bambang Widjojanto urusannya sprindik," celetuk Busyro saat didaulat membaca puisi.
Acara peluncuran buku ini, ucap Ketua KPK Abraham Samad, sekaligus menandai hadirya klub baca KPK. "Jangan remehkan kekuatan kata-kata. Bung Karno memerdekakan Indonesia juga menggunakan kekuatan kata-kata, begitu juga Napoleon Bonaparte saat menakhlukkan Eropa," timpal Juru Bicara KPK Johan Budi.
Taufiq Ismail mengaku belum sempat membaca semuanya. Namun dia terkesan dengan karya Suyitno Ethex, penyair asal Mojokerto yang mengaku bingung setiap ditanya oleh anaknya, apa itu korupsi. "Kalau Suyitno Ethex bingung ditanyai anak, kalau saya bingung ditanyai cucu," ucap Penyair Angkatan '66 itu.
Eka Budiatna pun mengaku merasa surprise, karya yang sebelumnya dikira hanya sumpah serapah ternyata, meskipun diakuinya ada yang belum pantas disebut puisi, banyak juga yang imajinatif. Namun secara umum, penyair yang terbilang senior ini menyambut baik lahirnya Gerakan Puisi Melawan Korupsi.
Antologi PMK yang diterbitkan Forum Sastra Surakarta memang sudah terbit dua edisi. Edisi 1 terbit bulan Mei. Dan Edisi 2, karena melibatkan 197 penyair, jelas Sosiawan Leak, maka PMK edisi II dibagi dalam edisi 2a dan edisi 2b. "Terbitnya bareng, bulan September ini mas," tandas Sosiawan.
Dalam kata pengantar buku PMK edisi 2a dan 2b, Komisioner KPK Bambang Widjojanto menyambut baik terbitnya buku ini. "Para penyair dengan kekuatan pena, kata dan kalimatisasinya dapat melakukan sentuhan, hentakan dan "tikaman" atas kesadaran personal dan sosial masyarakat agar kekuasaan tidak ngapusi, korupsi dan mengurusi dirinya sendiri saja," tandas Bambang. (MARD) Sumber dari : Grup PMK

Sore Ini Ratusan Penyair Serbu Gedung KPK



Jakarta, Sayangi.com - Terkait Road-show Puisi Menolak Korupsi (PMK) yang diprakarsai Penyair asal Solo, Sosiawan Leak, serta melibatkan ratusan penyair dari berbagai kota se-Indonesia, usai Shalat Jum'at (27/9) ini dijadwalkan pentas di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Jam 11 ini kami dijadwalkan talkshow di radio Kanal KPK," tulis Sosiawan Leak di grup facebook Puisi Menolak Korupsi yang memiliki 462 anggota.

PMK sendiri sudah Road-Show di sejumlah kota, antara lain Blitar,Tegal, Banjarbaru, Palu, Semarang dan sore ini dijadwalkan "hinggap" di Ibu Kota.

Koordinator PMK Jakarta Haji Bambang Widiatmoko, mengaku hanya menyiapkan 7 kamar Hotel di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Karena memang, seluruh pembiayaan PMK, sejak berangkat dari kampung msing-masing, transport dan akomodasi lainnya ditanggung peserta.
"Semoga kekurangan yang disediakan panitia, kiranya tidak dijadikan rasa kecewa atau menyesal datang ke Jakarta. Kita pejuang, kita laskar penolak korupsi, dimana kuku-kuku korupsi cengkeramannya kian parah melahap ke hati dan jiwa siapa saja," ulas penyair Endang Supriadi di grup PMK, postingan 26 September 2013 pukul 07:27.

Kini sejumlah peserta dari luar daerah sudah berdatangan di Jakarta. Sosiawan Leak selaku koordinator PMK mengabarkan diri sudah datang, mengaku berangkat dari Solo naik kereta, dan kini sudah di Hotel Adhi Rama, di seberang Gedung Joang, Jl Menteng Raya 70, Jakarta Pusat. (MARD)


Jumat, 27 September 2013

Pimpinan KPK lawan korupsi dengan puisi


Sabir Laluhu
Jum'at, 27 September 2013 − 19:03 WIB

Ketua KPK Abraham Samad


Sindonews.com - Ada yang lain dari biasanya. Ruangan auditorium utama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang biasa digunakan untuk konferensi pers, oleh Pimpinan KPK, jajaran deputi penindakan dan juru bicara KPK untuk mengumumkan kasus-kasus korupsi itu beralih fungsi.

Tadi siang hingga sore hari, alunan musik dengan iringan gendang, jimbe dan gitar terdengar dari grup seniman Kali Malang Etnika pimpinan Ane Matahari, membuat para hadirin turut bernyanyi. Sang vokalis dengan lantang berteriak, "Boro-boro mimpi, tidur saja sulit," teriaknya, di ruang auditorium KPK, Jumat (27/9/2013),

Alunan musik yang terus mengiringi acara bedah buku "Puisi Menolak Korupsi" yang ditulis oleh lebih dari 100 penyair seluruh Indonesia dan luar negeri.

Acara yang digagas oleh wadah pegawai KPK itu bahkan disertai dengan pembacaan puisi, oleh para penyair dan Pimpinan KPK. Lebih dari 90 penyair turut hadir dari seluruh wilayah di Indonesia. Termasuk penyair Taufik Ismail dan Eka Budianta.

Seorang perempuan paruh baya tiba-tiba berdiri di depan proyektor. Dengan suara keras, perempuan yang bernama lengkap Diah Hadani, anggota Komunitas Sastra Indonesia ini bersuara dengan lantang.

"Penyair bersaksi, langit bersaksi, masyarakat Indonesia bersaksi dengan kejujuran negara ini pasti akan maju. Kami semua menolak korupsi. Penyair tidak korupsi, tidak korupsi dengan kata-kata," ujarnya, dengan suara menggelegar yang membuat seisi ruang hening.

Tak berselang lama, para hadirin semua bertepuk tangan. Kepada KORAN SINDO, Abraham menuturkan, seni adalah bahasa universal. Bahasa yang gampang diterima telinga masyarakat dalam setiap jenjang usia.

Puisi sebagai karya sastra. Puisi mudah diterima oleh masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi. "Puisi itu kan bahasa yang luar biasa. Makanya sangat bagus jika digunakan untuk bahasa pemberantasan korupsi," ujar Abraham di Gedung KPK, Jakarta.

Alunan lagu dari Kali Malang Etnika kembali memecahkan keheningan. Syair "Namaku Korupsi" terdengar menjadi lantunan lagu. "Namaku korupsi, aku dibenci, aku diludahi, tapi ada saja yang mencintai. Tiap hari aku muncul di tv, tak bosan orang lihat aku beraksi. Alihkan kasus besar aku dipakai, percayalah aku tak akan mati. .. Tapi aku tetap eksis". Itu salah satu syair lagu yang disampaikan Kali Malang Etnika.

Suara yang menggema itu diringi oleh suara para penyair lain. Dalam bait lainnya, Kali Malang Etnika melantunkan, "Saat pemilu terjadi, saatnya aku beraksi. Jadi alat partai, selingkuh dan mencuri... Aku adalah godaan berat. Aku ada di mana. Padahal aku mati sendiri, ketika cinta negeri masih di hati."

Disamping vokalis Kali Malang Etnika, tampak Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto yang mengenakan kemeja putih lengan panjang, asik mengoyangkan badan dan kepalanya.

Bahkan terus ikut menyanyikan lagu yang dibawa dengan tempo yang cukup tepat. Sembari menepukan kedua tangannya di kaki, dan sesekali menggerakan kakinya, Bambang seolah terbuai dengan alunan lagu dan puisi itu.

Sedangkan Waki Ketua KPK Bidang Penindakan Zulkarnain, Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan M Busyro Muqoddas, terlihat serius tapi santai.

Alunan syair puisi juga mewarnai sesi bedah buku yang diisi Busyro, Taufik Ismail dan Eka Budianta. Buysro menuturkan, korupsi itu memiskinkan rakyat, korupsi menistakan kemanusian.

Menurutnya, sastra dan sastrawan adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan. Karyanya lahir dari hati sanubari paling dalam. Dalam menyampaikan materinya, Busyro memilih salah satu puisi "Selamat Datang di Negeriku".

Dengan penuh candaan, celotehan dan bahasa yang ringan. Para penyair, wartawan, mahasiswa dan jajaran KPK tertawa mendengarnya. "Koruptor adalah makhluk yang makruh, Johan adalah makhluk yang sunnah. Saya sindir, mumpung saya masih bicara," ujarnya.

Taufik Ismail menuturkan, dalam sejarah kesastraan, pernah terjadi sebuah patologi sosial, seperti korupsi direspon oleh para penyair dengan buku yang tebalnya lebih dari 350 halaman.

Menurutnya, buku "Puisi Melawan Korupsi" adalah karya yang sangat luar biasa. Sembari membaca satu puisi "Malulah pada Korupsi", Taufik menuturkan, kalau anak-anak kita menonton tv atau membaca berita yang kemudian bertanya tentang korupsi, apa dan mengapa bisa terjadi. Apakah seperti jajanan di pasar," ungkap Taufik sembari membaca puisi.
Dalam pernyataannya, Taufik sempat tersedu-sedu. Suara seraknya bahkan tidak bisa terdengar. Dengan menetskan air mata, sastrawan dan budayawan Indonesia ini menyampaikan rasa keprihatinannya atas korupsi yang semakin hari kian menjadi.
Eka Budianta mengajak para hadirin untuk melantukan sebuah lagu "Saatnya kejujuran yang memimpin bangsa ini". Dia berpandangan, penulis puisi bisa menjadi koruptor dalam karyanya untuk menajamkan intuisinya.
Sebagai seorang seniman dan penyair, Eka mengatakan, KPK menjadi satu-satunya lembaga atau institusi negara yang mempelopori penyatuan penyair, dan penyusunan buku puisi-puisi terkait korupsi untuk kepentingan bangsa, negara, agama dan kemanusiaan.
"Bukan Kementerian Agama, bukan DPR, bukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Puisi menjembatani kita dengan keadaan masyarakat, masa depan, kebangsaan dan keberadaban kita. Puisi itu alat yang betul-betul memupuk kejujuran," ujarnya.
"Melalui puisi membuat kita untuk memahami negara, pejabat dan masyarakat Indonesia," katanya lagi.
Sebelum acara ditutup, Bambang Widjojanto membacakan puisi "Korupsi dan Prostitusi". Sedang Abraham membacakan puisi "Hikayat Sebuah Rumah". Suara lantang dan keras keduanya membahana di ruangan dengan diiringi melodi komunitas Kali Malang Etnika. ( Sumber :  Ayu Cipta, Grup PMK )