Rabu, 26 Desember 2007

Ada Apa dengan Seniman Banjarbaru ?




Ada yang bilang di Banjarbaru, dulu kota ini bisa memberikan sebuah kenangan kepda siapapun. Barangkali masih ada yang ingat, bagaimana sebuah taman yang kecil saja menumbuhklan banyak kerinduan ? Orang-orang selalu ingin datang ke sana. Sebenarnya bukan tempat yang pantas jika seniman ingin menampilkan karyanya di tempat itu. Sebuah taman yang langsung bertemu dengan jalan raya.

Memang selalu ada yang mengeluh. Suara mereka habis ditelan hiruk pikuknya lalu lalang kendaraan. Apalagi kalau yang lewat sepeda motor yang sudah di modif knalpotnya. Ampun. Tak ada rumusnya pembacaan puisi bersaing dengan knalpot. Tapi percayalah, semua itu cukup bagi seniman untuk menunjukkan karyanya. Setiap sabtu sore, komunitas Godong Kelor selalu memainkan teater kisah kocak (Tekicak), tapa ada yang membayar, tanpa diminta, mereka tetap saja teater lainnya, di taman itu mereka saling menunjukkan hasil karya.berkarya di taman itu. Begitu juga komunitas-komunitas sastra dan

Diam-diam, ada sebuah kerinduan yang hilang ketika orang datang ternyata bukan untuk sekadar taman saja. Tapi juga kesenian. Tapi sekarang, di sana hanya ada sebuah taman. Tidak ada lagi seniman yang ngumpul sekadar ingin bercengkrama. Satu persatu mulai pergi dan tak ada janji untuk kembali. Taman itu kini seperti sebuah wajah yang diliputi murung dan muram. Kenapa seniman Banjarbaru tak lagi membaringkan tubuhnya ketika lelah, malam hari, saat-saat puisi ingin selalu dibacakan lagi ?

Sebuah taman tentulah menawarkan perubahan. Tak ada yang tetap kecuali keyakinan. Siapakah yang memiliki keyakinan bahwa Banjarbaru kelak menjadi kota yang sarat dengan aktivitas seni dan budaya ? Pastilah mereka tetap ada atau memang sudah tidak ada lagi.

Segala kemungkinan bisa terjadi kapan saja tapi bukan tanpa ada sebabnya. Kemandegan komunitas seni di Banjarbaru itu sedang terjadi secara massal. Sangat disayangkan jika sebabnya tak jelas. Tanpa mengetahui masalahnya, bagaimana mungkin dapat memulihkan keadaan.

Tak ada seorang pun patut disahkan. Zaman telah berubah, dermikian juga para seniman. Burukkah akibatnya jika taman itu tak lagi dikunjungi para seniman ? Barangkali tidak. Arsyad Indradi misalnya, ia kurung dirinya di sebuah rumah dengan tumpukan kertas. Melipat, menggunting, mengiris hiongga jadilah Antologi Puisi Penyair Nusantara. Hasil kerja kerasnyaitu membuahkan hasil yang ia sendiri tak menduganya.

Sebuah harian cCina memuat ulasan tentang buku tersebut. Tentu saja dengan bahasa Cina. Sebuah persembahan yang luar biasa dari Arsyad Indradi untuk Banjarbaru. Dalam benak orang Cina, dimanakah itu Banjarbaru ? Seperti apakah itu kota Banjarbaru ? Dengan buku itu pastilah orang Cina menganggap Banjarbaru sedermikian asyiknya. Lantas adakah Banjarbaru ingin memberikan sebuah penghargaan kepadanya ? Seperti ketika Sutardji Calzoum Bachri mengadakan ulang tahun. Datang seorang utusan mengucapkan salam dan selamat dari pemerintah Provinsi Riau dengan membawa sedikit hadiah untuknya.

Dalam hati kecil berkata, betapa Banjarbaru banyak memiliki orang-orang hebat. Shah Kalana Al Haji di Godong Kelor, Aziz Muslim di Tetas, Rifani Djamhari di Forum TamanHati, Isuur L.S di Loeweng Production, Hamami di Parimata, Eza Thabry Husano di Kilang Sastra Batu Karaha, dan masih banyak lagi nama yang pantas disebut. Lantas kemana mereka dan ada apa dengan mereka ?

Tanda tanya ini tidak memiliki jawaban. Barangkali Anda ingin menjawabnya atau tidak usah dijawab saja ? [ ]

http://hariesaja.wordpress.com

email : harie_saja@yahoo.co.id

Tidak ada komentar: